Makam Ki Ageng Selo terletak di Desa Selo, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Banyak masyarakat yang mengunjungi makam Ki Ageng Selo dengan tujuan mencari berkah. Ki Ageng Selo terkenal dengan legendanya menangkap petir.
Daya Tarik Makam Ki Ageng Selo
Makam Ki Ageng Selo banyak dikunjungi peziarah karena berkembang cerita di masyarakat mengenai kesaktiannya yang sangat luar biasa, yaitu menangkap petir. Ki Ageng Selo juga dipercaya sebagai tokoh leluhur spirituaal dan leluhur Kesultanan Mataram di Jawa Tengah. Lokasi wisata relegi tersebut ramai dikunjungi masyarakat umum pada malam jum'at.
Legenda Ki Ageng Selo
Dalam cerita babad tanah Jawi, Ki Ageng Selo adalah keturunan Majapahit. Prabu Brawijaya, Raja Majapahit, beristri Putri Wandan Kuning. Puteri tersebut melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Bondan Kejawan.
Berdasarakan ramalan ahli nujum, anak tersebut akan membunuh ayahnya. Raja kemudian menitipkan Bondan kepada juru sabin raja, Ki Buyut Masharar. Setelah dewasa, Raja kembali menitipan kepada Ki Ageng Tarub untuk belajar agama Islam dan Ilmu kesaktian. Ki Ageng Tarub mengubah nama Bondan Kejawan menjadi Lembu Peteng. Dalam perjalanannya, Lembu Peteng dinikahkan dengan Dewi Nawangsih, anak Ki Ageng Tarub dari istri bidadari Dewi Nawang Wulan. Setelah Ki Ageng Tarub meninggal, Lembu Peteng mengganti kedudukan mertuanya dan mengganti namanya menjadi Ki Ageng Tarub II. Perkawinan Lembu Peteng dan Nawangsih membuahkan seorang putra yang bernama Ki Getas Pendowo dan seorang putri, yang kemudian menikah dengan Ki Ageng Ngerang. Ki Ageng Getas Pandowo memiliki tujuh anak, yaitu Ki Ageng Selo, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purna, Nyai Ageng Kare, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, dan Nyai Ageng Adibaya.
Ki Ageng Selo Seorang Pertapa
Ki Ageng Selo senang bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani di sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil panen sawahnya selalu dibagi-bagi dengan tetangga yang membutuhkan. Pada perkembangannya, Ki Ageng Selo mendirikan perguruan Islam. Salah seorang muridnya adalah Mas Karebet, calon Sultan Pajang yang bergelar Hadiwijaya. Dalam tapanya, Ki Ageng Selo selalu memohon kepada Tuhan supaya dapat menurunkan raja-raja besar yang menguasi seluruh Jawa. Nama Selo yang melekat pada nama Ki Ageng, terkait dengan kekalahannya melawan banteng liar. Suatu saat, Ki Ageng ingin melamar menjadi prajurit Tamtama di Demak. Syaratnya adalah dia harus diadu dengan banteng liar. Dalam perkelahian tersebut, Ki Ageng dapat membunuh banteng, namun dia takut dengan percikan darahnya. Akhirnya lamarannya sebagai prajurit ditolak. Karena sakit hati, Ki Ageng kembali ke desanya di Selo.
Menangkap bledheg
Suatu hari, Ki Ageng Selo mencangkul di sawah dalam kondisi mendung. Tak lama kemudian, hujan turun dengan lebat dengan halilintar. Belum lama mencangkul, Ki Ageng Selo disamber "bledheg" yang kemudian berwujud kakek-kakek. Ki Ageng Selo cepat-cepat menangkap dan mengikat kakek di pohon gandri. Ki Ageng kemudian menyerahkan "bledheg" atau kakek-kakek tersebut kepada Sultan Demak. Sultan Demak menempatkan kakek di jeruji besi di tengah alun-alau. Banyak orang berdatangan untuk melihat wujud "bledheg" tersebut.
Kemudian, seorang nenek datang memberikan air kendi kepada :"bledheg" yang kemudian diminumnya. Setelah bledheg meminumnya terdengar suara menggelegar memekakkan telinga, bersamaan dengan hal tersebut kakek dan nenek "bledheg" lenyap. Keinginan mendirikan kerajaan Semasa hidupnya, Ki Ageng Sel mempunyai keinginan untuk mendirikan kerajaan, namun keinginannya tidak dapat dicapai. Keinginannya tersebut baru diwujudkan oleh cicitnya yang bernama Sutawijaya. Sutawijaya adalah pendiri Kerajaan kedua atau Kesultanan Mataran yang berkuasa pada tahun 1587-1601 M. Kisah Ki Ageng Selo menangkap petir ter diabadikan pada sebuah ukiran Lawang Bledheg, pintu petir, di Masjid Demak.
Rute Makam Ki Ageng Selo
Jarak tempuh Makam Ki Ageng Selo dari pusat Kota Grobogan sekitar 12,3 kilometer dengan waktu tempuh kurang lebih 26 menit. Perjalanan dapat melalui Jalur Utara (Purwodadi-Blora) Perempatan Ngantru, Tawangharjo, ikuti arah ke Makam Ki Ageng Selo dan jalur Selatan (Jalan Danyang – Kuwu) Desa Gatak Sembungharjo, Pulokulon ikuti arah ke Jalan Ki Ageng Selo.